BBM mau naik seberapa tingginya pun ga masalah selama ga pada "KORUP"
kalo menurut saya pribadi, salah demo mbahas BBM, yang ada gmana agar ga pada "KORUP" termasuk kita nanti kalo sudah menggantikan mereka-mereka yang sekarang memimpin?
bagaimana???
NO ANARKI , YES PRESTASI
Rabu, 28 Maret 2012
sedikit doa ku
hey kau yang ada di depan, dia yang ada di samping..mereka yang ada di atas, kau yang ada di pojok, dia yang di pinggir, anda yang ada di bawah dan diriku sendiri..mari sejenak kita tundukan kepala, seraya berdoa kepada Tuhan YME..semoga negeri tercinta ini...TANAH AIR INDONESIA
sembuh dari sakitnya, bangkit dari tidur, maju dari jalan di tempanya..amin
#PADA MU NEGERI, KAMI MENGABDI#
Selasa, 13 Maret 2012
Guru yang Pancasilais
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
“MENJADI
GURU YANG PANCASILAIS”
Disusun
oleh :
ALVIAN
HIDAYAT
11413244011
DILOGI
11/B
KISAH GURU TERPENCIL
Jauh dari istri, tidak ada listrik, sinyal handphone
sangat jelek dan tidak ada jaringan internet. Sempat ragu menjalankan tugas
sebagai guru di SMP 3 Satu Atap Sobang, Kabupaten Lebak-Banten, namun akhirnya
menjadi sosok yang memberi hiburan, membuka wawasan, dan pemikiran bagi
anak-anak juga masyarakat sekitar, lewat komunitas baca Multatuli.
Komunitas baca itu, bertempat di Kampung Ciseel, Desa
Sobang, Kecamatan Sobang, tempat dia tinggal di sela-sela menjalankan tugasnya
sebagai guru Bahasa Indonesia. Bapak guru itu namanya Ubaidilah Muchtar. Pak
guru Ubai begitu dia biasa dipanggil oleh anak-anak, adalah alumni Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) yang lulus tahun 2004. Mahasiswa angkatan 1999 itu,
dikenal sebagai aktivis mahasiswa, Pernah menjadi ketua Himpunan Mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia, aktif di Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan
(UKSK), menghadiri sejumlah aktivitas diskusi, seperti layaknya aktivis kampus
di Kota Bandung.
Setelah lulus, sempat menjadi relawan LSM selama dua
tahun. Pada tahun 2009, menjadi guru di Kabupaten Lebak. Semula laki-laki yang
tinggal di Depok itu ragu, dan kabarnya menangis, melihat kondisi dimana dia
ditempatkan. Sempat tidur di masjid, menumpang di sekolah, dan kemudian
laki-laki itu memutuskan tinggal di Kampung Ciseel, Desa Sobang, Kecamatan
Sobang, lokasi tempat dia tinggal sekitar 50 kilometer dari Kota Rangkasbitung
atau sekitar 8 kilometer dari sekolah.
Ke Kampung Ciseel, dari Jakarta naik Kereta Api
Jakarta-Rangkasbitung, turun di Rangkas, kemudian melanjutkan naik elf ke pasar
Ciminyak sekitar satu jam. Kemudian naik ojeg dari Pasar Ciminyak ke Ciseel
Rp30.000-40.000. Tidak ada angkutan kota, kecuali ojek yang tukangnya harus
mempunyai keahlian khusus, karena jalannya turun naik, lebarnya 1,5 meter,
disisi kiri jalan curam sekitar 15 meter ke dalam.
Dorongan
dari istri yang bernama Linda Nurlinda selalu menguatkannya, Ubai bertahan,
jiwa aktivis; berbagi dan membangun masyarakat kembali muncul. Sebagai orang
yang mencintai sastra, dia mendirikan komunitas baca, 23 Maret dan diberi nama
nama Multatuli. Koleksi buku taman baca Multatuli pada mukanya hanya setumpuk
buku koleksi Ubai. Tempatnya, di rumah Syarif Hidayat Ketua RT di Kampung
Ciseel, tempat Ubai tinggal.
Taman Baca Multatuli, sekarang berkembang menjadi taman
bacaan anak-anak. Mereka membaca novel Saidjah-Adinda, mereka membaca buku yang
dibawa oleh Ubai dan sumbangan dari sejumlah orang yang senang dengan aktivitas
guru muda tersebut, Anak-anak kampung pun semakin terbuka pemikiran, juga
karakternya.
Sekarang, banyak anak-anak di Kampung Ciseel yang
terhibur dengan membaca buku, banyak yang bercita-cita meneruskan sekolahnya,
kalau jadi pejabat bersumpah tidak akan menindas rakyat. Bersumpah, akan
membangun Lebak. Bersumpah, kalau berhasil bukan untuk dirinya saja, namun
untuk lingkungan yang lebih besar. Catatan perjalanan anak-anak Taman Baca
Multatuli, kabarnya akan dibukukan. Kita tunggu.
Barangkali Ubaidilah adalah sosok guru yang bukan hanya
mengajar anak-anak di ruang kelas, juga di lingkungan masyarakat demi
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Ubai telah jatuh cinta, dan membuang
jauh-jauh mimpi untuk mengajar di kota, dia hanya meminta doa, agar Komunitas
Baca Multatuli dan semangat mendidiknya tetap berkobar.
***
***
Kecamatan Angsana sekitar 68 KM dari kota Kabupaten
Pandeglang, dari Ibu Kota Kecamatan sekitar 13 kilometer, menuju Desa
Padaherang, disanalan terletak SMPN 2 Angsana. Jalannya berbatu diliputi tanah,
kalau musim hujan jalanan berlumpur, terpaksa harus jalan jalan kaki.
Sutisna sejak tahun 2009, ditugaskan di SMP tersebut. Dia
salah satu alumni Universitas Pasundan Bandung, Jurusan Pendidikan Pendidikan
Kewarganegaraan. Di sekolahnya jumlah guru PNS ada tiga orang plus Kepala
Sekolah. Kondisi ini kembali menunjukan bahwa sekolah-sekolah yang terletak di
pelosok, banyak terkendala oleh jumlah guru yang minim. Sejumlah SMP, terutama
SMP Satap, masih ada yang hanya mempunyai satu orang kepala sekolah dan satu
orang guru.
Menjawab persoalan kurangnya guru, biasanya sekolah
mengangkat guru honorer, namun diantaranya tidak sesuai kualifikasi. Selain itu
jumlahnya pun masih kurang sebanding dengan beban tugas. Tak heran bila banyak
guru di tempat terpencil, mengajar sampai 50 jam seminggu. Sering pula guru di
kampung mengajar beberapa bidang studi. Kalau di Kota, tentu saja banyaknya jam
mengajar berkorelasi dengan tambahan pendapatan, kalau di kampung? Jangan
terlalu berharap karena SPP saja banyak yang menunggak.
Pada
mulanya, Sutisna mengaku sempat ingin menangis, melihat lokasi dimana dia
ditugaskan. Namun, sekarang tidak lagi. Dia merasa jatuh cinta. Dia merasa
disana ada sesuatu yang diperjuangkan, menyadarkan pada masyarakat tentang arti
pentingnya pendidikan. Pasalnya masih banyak masyarakat menganggap bahwa
mencari uang lebih penting dari sekolah, mereka lebih suka anaknya pergi ke
sawah atau ke Jakarta sebagai pembantu rumah tangga, dan pekerjaan kasar lain,
persis seperti yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Sutisna menjadi semakin
sadar, mengajar tidak hanya di ruang kelas, tidak hanya berhenti ketika bel
pulang berbunyi. Kadang Sutisna menerima kedatangan anak-anak yang ingin
belajar tambahan seperti Bahasa Inggris, dan keterampilan lain seperti
komputer. Tidak dibayar memang, namun anak-anak mengerti, mereka juga membantu
Sutisna, ada yang memasak atau membereskan rumah. Disela-sela itu, Sutisna
sering memotivasi anak-anak untuk melanjutkan pendidikan.
Pak Guru Sutisna juga biasa keliling kampung, dari rumah
ke rumah silaturahmi sambil menyadarkan orangtua betapa pentingnya pendidikan
anak-anak mereka. Sesuatu yang amat membahagiakannya, ketika beberapa dari anak
didiknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Sebuah kebanggaan, ketika masyarakat semakin sadar akan
arti pentingnya pendidikan,” kata dia.
Di tempat lain, kita menemukan kadang guru di daerah
perkotaan di sebuah SMA Negeri/SMP Negeri menumpuk. Beberapa guru, terpaksa
tidak mengajar sesuai bidangnya. Kadang, untuk keperluan kenaikan pangkat yang
mensyaratkan minimal guru harus mengajar 24 jam, pihak sekolah memanifulasi
data, yang penting tercetak 24 jam dan mata pelajaran sesuai dengan ijazah.
Pemerataan guru sangat penting, lebih-lebih di kampung
dimana sarana dan prasarana sekolah sangat kurang. Sekolah kebanyakan hanya
ruang-ruang kelas, persinggungan kemajuan teknologi informasi pun sangat minim.
Bila di kota anak-anak sudah terbiasa dengan internet, karena menjamurnya
warnet, di kampung bisa jadi hanya mimpi. Bila di kota laboratorium untuk
mendukung proses pembelajaran lumayan ada, di daerah pelosok rata-rata baru
sebatas mimpi.
Bila saja guru menyebar, bisa jadi pembelajaran akan
menjadi lebih efektif, sayang banyak guru yang tidak betah melakoninya. Segala
usaha dilakukan oleh sejumlah guru yang tidak mau ditempatkan di daerah
terpencil, termasuk mengeluarkan sejumlah uang.
Pemerintah memang beberapa tahun ini sudah mengeluarkan
kebijakan untuk memberi tambahan penghasilan bagi guru yang bertugas di daerah
terpencil, namun tidak semuanya mendapatkan. Selain memperhatikan
kesejahteraan, pemerintah juga harus menertibkan pemerataan guru agar bisa
bertahan bertugas di daerah terpencil, karena tidak mungkin kualitas tercapai
sementara ruang-ruang kosong karena tidak ada guru yang mengajar. Peraturan
mestinya ditegakan.
Sehingga
guru tidak kabur, sistem rotasi juga mesti diberlakukan agar guru tidak hanya
menumpuk di kota. Sehingga guru dari daerah terpencil pun bisa mutasi ke kota
atau sebaliknya, sehingga ada pengalaman yang banyak dalam mengajar.
Pak Guru Ubai, Pak Guru Sutisna, adalah sosok guru yang
mengabdi di daerah terpencil, walau pun tentu masih banyak yang lebih terpencil
dari mereka, dengan cerita heroiknya masing-masing. Mereka berdua adalah sosok
sarjana Pendidikan yang bertahan di tempat sunyi demi sebuah pekerjaan,
mencerdaskan kehidupan Bangsa.
Sutisna, memang masih iri dengan guru-guru yang ada di
Kota, rasa itu datang ketika hasratnya melanjutkan pendidikan ke jenjang S2
kembali muncul. Sutisna ingin melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan
kemampuan dan karir, Namun mimpinya harus tertunda; medan yang tidak dekat,
serta merasa kasihan pada murid-muridnya, kalau dia harus meninggalkan mereka,
karena kesibukan kuliah.
Kita berharap, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI), sebagai organisasi sarjana kependidikan menjadi sebuah wadah untuk terus
meningkatkan kemampuan para guru. Kita berharap ISPI terus meningkatkan
perannya, mengingatkan pada pemerintah bahwa pemeretaan guru adalah sebuah
keharusan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
***
PEMBAHASAN
Artikel di atas terdiri dari dua kisah orang Guru yang
bekerja di daerah terpencil. Mereka bernama Pak Ubai dan Pak Sutisna, secara
singkat mungkin mereka terlihat seperti Guru buangan. Mereka di tempatkan pada
daerah pelosok yang begitu minim fasilitas dan jauh dari keramainan kota. Namun
setelah kita buka mata hati kita, terlihatlah perjuangan yang sungguh mengagumkan.
Mereka bekerja berlandaskan ibadah, bukan pendapatan. Dan boleh saya katakan
merekalah “WAKIL-WAKIL RAKYAT YANG
SESUNGGUHNYA”.
Pada paragraph di atas, sudah saya sebutkan bahwa mereka
bekerja dengan “ikhlas dan berlandaskan ibadah”, ini sudah mewakili Sila
Pertama pada Pancasila yang berbunyi ; Ketuhanan yang Maha Esa. Yang artinya,
dengan agama yang mereka anut, mereka percaya bahwa setiap pekerjaan yang
mereka lakukan dengan ikhlas akan dicatat sebagai ibadah. Tidak sedikit cobaan
menghalangi laju merkjuangan mereka dalam rangka mencerdaskan dan membuka
wawasan anak-anak ataupun masyarakat setempat. Contoh saja, ketika di tengah
perjalanan Pak Guru Sutisna mengalami sebuah kebimbangan. Dimana munculnya
hasrat ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Beliau merasa
iri dengan mereka yang ada di kota, sehingga sempatlah hasrat itu
menggebu-gebu. Namun, sungguh mengagumkan..beliau Pak Guru Sutisna lebih
memilih untuk tetap mengajar di daerah tersebut ketimbang melajuntkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena beliau tahu, bila beliau
melanjutkan ke S2, maka anak-anak akan ter-telantarkan oleh kesibukan kuliah
yang harus di jalaninya. Disini tergamabar bahwa sudah terjadi pengamalan Sila
ke-2 dan ke-4. Sila ke-2 yang berbunyi ; kemanusiaan yang adil dan beradab.
Yang artinya, beliau ingin tetap memberikan hak kepada mereka(anak-anak dan
masyarakat terpencil) akan pendidikan sebagai wujud keadilan.
Dan
Sila ke-4 yang berbunyi ; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Pengamalan Sila ke-4 ini tergambar pada
tindakan mereka yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada
kepentingan diri sendiri.
Lanjut pada Sila ke-3 yang berbunyi ; Persatuan
Indonesia. Karena merekalah(guru-guru di daerah terpencil), sudah banyak
masyarakat pinggiran tahu tentang negaranya, tentang siapa pemimpinnya, apa
yang sedang terjadi pada negaranya dan banyak lagi. Inilah yang membuat
tumbuhnya rasa persatuan, rasa senasib dan sepenanggungan, rasa nasionalisme
dan rasa cinta bangsa dan tanah air. Berkat jasa merekalah, masih banyak
orang-orang yang hidup di perbatasan ataupun daerah pelosok negeri tetap setia pada
NKRI.
         Dan yang terakhir adalah Sila ke-5 yang berbunyi ;
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengamalan Sila ke-5 ini sudah
tergambar begitu jelas oleh pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu “melakukan
pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama”. Betapa bermanfaat
nya pekerjaan yang mereka landasi rasa ikhlas itu, tidak seperti yang di
kota-kota, untuk keperluan kenaikan pangkat yang mensyaratkan minimal guru
harus mengajar 24 jam, pihak sekolah memanifulasi data, yang penting tercetak
24 jam dan mata pelajaran sesuai dengan ijazah. 
Sabtu, 08 Oktober 2011
Kehendak MU ya Allah SWT
biarkan angin berhembus kencang, membersihkan debu yang berserakan.
biarkan angin membawanya k.tempat yang lebih tepat, biarkan lah air mengalir dari atas.
biarkan hujan datang di kala mendung..membasahi semua yang di terpanya..
biarkan kehendak Tuhan berjalan sesuai adanya, karna yakinlah kan ada kebaikan(Hikmah) setelah semua terjadi
(Alvian Hidayat)
biarkan angin membawanya k.tempat yang lebih tepat, biarkan lah air mengalir dari atas.
biarkan hujan datang di kala mendung..membasahi semua yang di terpanya..
biarkan kehendak Tuhan berjalan sesuai adanya, karna yakinlah kan ada kebaikan(Hikmah) setelah semua terjadi
(Alvian Hidayat)
Jumat, 30 September 2011
Palestina Merdeka dan Kemunafikan Obama
seluruh rakyat Palestina sedang H2C (harap-harap cemas) dengan masa depan kemerdekaan mereka. Pekan lalu, Mahmud Abbas, Presiden Palestina, telah mengajukan proposal Palestina Merdeka dalam Sidang Majelis Umum PBB (perserikatan Bangsa-bangsa) yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat.
Dan, secara khusus Mahmud Abbas juga meyerahkan langsung dokumen tersebut kepada Sekjend PBB, Ban Ki-moon. Palestina meminta pengakuan sebagai anggota penuh di PBB di mana saat ini posisinya hanya sebagai peninjau.
Ini akan memberikan implikasi politik dan memberikan akses yang besar bagi Palestina untuk masuk dalam pengadilan internasional di mana mereka bisa mengajukan gugatan resmi terhadap penjajahan yang selama ini dilakukan oleh Israel.
Dukungan Luas
Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyatakan dukungan bagi Palestina yang telah lama tertunda agar mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang merdeka dan menjadi anggota PBB.
Data terakhir menunjukkan sekitar 124 negara dari 193 negara anggota PBB secara resmi mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina serta menyatakan mendukung langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka dan menjadi anggota penuh PBB (KNRP, 28/08/2011).
Gelombang pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka pun meningkat di Eropa. Mayoritas masyarakat di tiga negara terkuat di Eropa, yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris menginginkan agar pemerintah mereka memilih dan mengakui negara merdeka Palestina. Hal itu terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama Avaaz, sebuah organisasi kampanye global (Republika, 13/9/2011).
Hasil survei itu menunjukkan bahwa 59 persen rakyat Inggris, 69 persen rakyat Prancis, dan 71 persen rakyat Jerman menginginkan agar pemerintah mereka mendukung pengesahan proposal pembentukan negara merdeka Palestina di Majelis Umum PBB.
Dalam jajak pendapat itu, dukungan atas hak Palestina untuk memiliki negara sendiri tanpa mengacu pada suara di PBB bahkan lebih tinggi, yakni 71 persen di Inggris, 82 persen di Prancis, dan 86 persen di Jerman.
Dalam peringatan 50 tahun Gerakan Non-Blok (GNB) di Bali (27/5) dan Beograde (6/9), sebanyak 118 negara anggota GNB menyatakan siap mendukung permohonan keanggotaan Palestina sebagai negara ke-194 dalam PBB sekaligus deklarasi kemerdekaan Palestina sesuai dengan perbatasan yang telah ditetapkan pada 4 Juni 1967 dan Baitul Maqdis Timur sebagai ibu kotanya.
Kemunafikan Obama
Namun, harapan Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kian sulit. Pasalnya, Amerika yang merupakan salah satu anggota tetap PBB menentang usaha Palestina tersebut. Sebagai salah satu anggota tetap PBB dan memiliki hak veto, negara "Paman Sam" bisa menolak keinginan Palestina.
Sikap AS ini disampaikan Obama dalam pidato pada sidang Majelis umum ke-66 PBB di Markas Besar PBB, New York. Obama mengatakan "komitmen Amerika bagi keamanan Israel tidak akan goyah. AS dan Israel memiliki persahabatan yang dalam dan akan terus berlanjut." Pidato Obama ini merupakan sinyal buruk bagi Palestina untuk usahanya menjadi bagian dari PBB.
Sontak, pidato itu mendapat kecaman keras dari warga Palestina. Di Ramallah, Tepi Barat warga melakukan unjuk rasa dengan menyebut “Obama munafik” dalam salah satu posternya. Sikap keras warga Ramallah ini sangat beralasan. Pasalnya ketika Obama menang menjadi Presiden Amerika, umat Islam di Timur Tengah menaruh harapan besar bahwa “bekas anak Menteng” ini dapat membawa perubahan yang signifikan dalam konflik Palestina-Israel.
Al Muzammil (Republika, 23/9/2011) mencatat, pernyataan dukungan terhadap Palestina secara gamblang pernah disampaikan Presiden AS, Barack Husein Obama, dalam pidatonya ketika mengunjungi Mesir pada 4 Juni 2009. Pidato itu tidak hanya ditujukan kepada publik Mesir, tapi juga dunia Islam. Setahun kemudian (2010), Obama kembali menyampaikan kepeduliannya terhadap kemerdekaan Palestina di hadapan Sidang Umum PBB.
Namun, beberapa hari kemudian, Obama menarik ucapannya kembali setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih. Soal perbatasan tahun 1967, Obama di depan forum lobi Yahudi di AS (AIPAC) mengklarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya tentang perbatasan Palestina berdasarkan 1967 itu diputarbalikkan.
Obama menegaskan berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 itu harus memperhitungkan realitas demografi baru, yakni permukiman Yahudi.
Lagi-lagi standar ganda kebijakan AS terlihat jelas sehingga dipastikan akan mempersulit perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan secara penuh dalam Sidang Umum PBB yang digelar saat ini.
Tidak Ada Demokrasi Untuk Palestina
Kemunafikan Obama, mantan anak menteng yang dielu-elukan banyak orang Indonesia, tersebut seakan meneguhkan pendapat sebagian besar kita bahwa, tidak ada dan tidak berlaku demokrasi itu untuk rakyat Palestina.
Bagi penulis, yang lebih menggelikan adalah melihat kebohongan yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh dunia Barat terhadap Palestina. Negara yang tidak pernah dianggap sebagai Negara yang merdeka oleh dunia Barat. Demikian tegas Chairul Fahmi, Peneliti pada The Aceh Institute, dalam "Kebohongan Demokrasi" (Serambi Indonesia, 28/9/2011).
Tahun 2006, Fraksi Hamas memenangkan Pemilu Parlemen, dan memilih Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri. Proses Pemilu yang independen, jujur, dan transparan serta dipantau oleh Badan Pemantauan Pemilu dari Uni Eropa. Namun kemudian hasil pemilu ini tidak diakuai oleh Dunia Barat.
Sebaliknya, Hamas dianggap sebagai lembaga teroris, dan harus diperangi. Ironis, karena bukankah rakyat memilih Hamas? Dipilih oleh pemilik kedaulatan? Lantas, Israel dibiarkan untuk membunuh rakyat Palestina yang tak berdosa. Rakyat yang telah menjalankan konsep "demokrasi".
Bukankah sebenarnya Amerika yang mempromosikan demokrasi, perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap hak-hak dasar setiap warga, hak-hak politik, sosial dan ekonomi? Lantas, kenapa hal ini tidak terjadi di Palestina. Kenapa Amerika Serikat bahkan membenarkan pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel?
Palestina adalah sebuah bangsa yang mulia, Negara dan bangsa tempat lahirnya para Nabi. Palestina sedang berjuang mendapatkan hak-nya sebagai Negara berdaulat dan merdeka, baik secara diplomasi di dewan PBB maupun dengan cara mempertahankan diri dari agresi.
Namun, sejarah dunia yang mengatasnamakan demokrasi tetap tidak mendukung lahirnya "demokrasi" di tanah al-Aqsa ini. Amerika Serikat mengancam akan mem-veto keinginan tersebut. Amerika Serikat akan selalu melindungi keinginan dan kepentingan Zionis Israel, karena Isreal adalah Amerika, dan Amerika adalah Isreal.
Demokrasi telah mati, seiring dengan kematian sang penemu demokrasi. Setidaknya kita tidak akan dapat merasakan damainya dunia ini, selama atas nama "demokrasi" menjadi pembenaran dalam sebuah kekerasan dan peperangan. Juga ketika paham demokrasi hanya dijadikan sebagai media dalam membangun "tirani" kekuasan untuk menguasai bangsa lain dengan cara tak bermartabat dan tak manusiawi.
Kita berharap Pemerintahan Obama tidak akan memveto pengakuan kemerdekaan dan keanggotaan penuh Palestina di PBB. Karena sesungguhnya daya tarik Obama ketika terpilih menjadi Presiden AS adalah saat kritik terhadap kebijakan Bush yang militeristik dan tidak ramah pada Dunia Islam.
Jadi, masyarakat dan negara dunia berharap perbedaan karakter Obama dan Bush diperlihatkan dalam posisinya terhadap Palestina.
Sebagai penutup, bagi Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina merupakan amanat konstitusi UUD 1945. Peran Indonesia dalam masalah domestik Palestina adalah dengan menjadi mediator dalam perundingan antara faksi Hamas dan faksi Fatah.
Indonesia perlu mendorong semua pihak di Palestina untuk mendukung dilakukannya pemilu yang jujur sebagai mekanisme seleksi kepemimpinan yang sehat di Palestina. Siapa pun yang akan memimpin Palestina harus mendapatkan mandatnya dari rakyat Palestina, bukan dari pihak luar Palestina.
*Penulis adalah peminat kajian social keagamaan
http://www.detiknews.com/read/2011/09/30/105835/1733820/471/palestina-merdeka-dan-kemunafikan-obama
Dan, secara khusus Mahmud Abbas juga meyerahkan langsung dokumen tersebut kepada Sekjend PBB, Ban Ki-moon. Palestina meminta pengakuan sebagai anggota penuh di PBB di mana saat ini posisinya hanya sebagai peninjau.
Ini akan memberikan implikasi politik dan memberikan akses yang besar bagi Palestina untuk masuk dalam pengadilan internasional di mana mereka bisa mengajukan gugatan resmi terhadap penjajahan yang selama ini dilakukan oleh Israel.
Dukungan Luas
Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyatakan dukungan bagi Palestina yang telah lama tertunda agar mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang merdeka dan menjadi anggota PBB.
Data terakhir menunjukkan sekitar 124 negara dari 193 negara anggota PBB secara resmi mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina serta menyatakan mendukung langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka dan menjadi anggota penuh PBB (KNRP, 28/08/2011).
Gelombang pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka pun meningkat di Eropa. Mayoritas masyarakat di tiga negara terkuat di Eropa, yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris menginginkan agar pemerintah mereka memilih dan mengakui negara merdeka Palestina. Hal itu terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama Avaaz, sebuah organisasi kampanye global (Republika, 13/9/2011).
Hasil survei itu menunjukkan bahwa 59 persen rakyat Inggris, 69 persen rakyat Prancis, dan 71 persen rakyat Jerman menginginkan agar pemerintah mereka mendukung pengesahan proposal pembentukan negara merdeka Palestina di Majelis Umum PBB.
Dalam jajak pendapat itu, dukungan atas hak Palestina untuk memiliki negara sendiri tanpa mengacu pada suara di PBB bahkan lebih tinggi, yakni 71 persen di Inggris, 82 persen di Prancis, dan 86 persen di Jerman.
Dalam peringatan 50 tahun Gerakan Non-Blok (GNB) di Bali (27/5) dan Beograde (6/9), sebanyak 118 negara anggota GNB menyatakan siap mendukung permohonan keanggotaan Palestina sebagai negara ke-194 dalam PBB sekaligus deklarasi kemerdekaan Palestina sesuai dengan perbatasan yang telah ditetapkan pada 4 Juni 1967 dan Baitul Maqdis Timur sebagai ibu kotanya.
Kemunafikan Obama
Namun, harapan Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kian sulit. Pasalnya, Amerika yang merupakan salah satu anggota tetap PBB menentang usaha Palestina tersebut. Sebagai salah satu anggota tetap PBB dan memiliki hak veto, negara "Paman Sam" bisa menolak keinginan Palestina.
Sikap AS ini disampaikan Obama dalam pidato pada sidang Majelis umum ke-66 PBB di Markas Besar PBB, New York. Obama mengatakan "komitmen Amerika bagi keamanan Israel tidak akan goyah. AS dan Israel memiliki persahabatan yang dalam dan akan terus berlanjut." Pidato Obama ini merupakan sinyal buruk bagi Palestina untuk usahanya menjadi bagian dari PBB.
Sontak, pidato itu mendapat kecaman keras dari warga Palestina. Di Ramallah, Tepi Barat warga melakukan unjuk rasa dengan menyebut “Obama munafik” dalam salah satu posternya. Sikap keras warga Ramallah ini sangat beralasan. Pasalnya ketika Obama menang menjadi Presiden Amerika, umat Islam di Timur Tengah menaruh harapan besar bahwa “bekas anak Menteng” ini dapat membawa perubahan yang signifikan dalam konflik Palestina-Israel.
Al Muzammil (Republika, 23/9/2011) mencatat, pernyataan dukungan terhadap Palestina secara gamblang pernah disampaikan Presiden AS, Barack Husein Obama, dalam pidatonya ketika mengunjungi Mesir pada 4 Juni 2009. Pidato itu tidak hanya ditujukan kepada publik Mesir, tapi juga dunia Islam. Setahun kemudian (2010), Obama kembali menyampaikan kepeduliannya terhadap kemerdekaan Palestina di hadapan Sidang Umum PBB.
Namun, beberapa hari kemudian, Obama menarik ucapannya kembali setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih. Soal perbatasan tahun 1967, Obama di depan forum lobi Yahudi di AS (AIPAC) mengklarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya tentang perbatasan Palestina berdasarkan 1967 itu diputarbalikkan.
Obama menegaskan berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 itu harus memperhitungkan realitas demografi baru, yakni permukiman Yahudi.
Lagi-lagi standar ganda kebijakan AS terlihat jelas sehingga dipastikan akan mempersulit perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan secara penuh dalam Sidang Umum PBB yang digelar saat ini.
Tidak Ada Demokrasi Untuk Palestina
Kemunafikan Obama, mantan anak menteng yang dielu-elukan banyak orang Indonesia, tersebut seakan meneguhkan pendapat sebagian besar kita bahwa, tidak ada dan tidak berlaku demokrasi itu untuk rakyat Palestina.
Bagi penulis, yang lebih menggelikan adalah melihat kebohongan yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh dunia Barat terhadap Palestina. Negara yang tidak pernah dianggap sebagai Negara yang merdeka oleh dunia Barat. Demikian tegas Chairul Fahmi, Peneliti pada The Aceh Institute, dalam "Kebohongan Demokrasi" (Serambi Indonesia, 28/9/2011).
Tahun 2006, Fraksi Hamas memenangkan Pemilu Parlemen, dan memilih Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri. Proses Pemilu yang independen, jujur, dan transparan serta dipantau oleh Badan Pemantauan Pemilu dari Uni Eropa. Namun kemudian hasil pemilu ini tidak diakuai oleh Dunia Barat.
Sebaliknya, Hamas dianggap sebagai lembaga teroris, dan harus diperangi. Ironis, karena bukankah rakyat memilih Hamas? Dipilih oleh pemilik kedaulatan? Lantas, Israel dibiarkan untuk membunuh rakyat Palestina yang tak berdosa. Rakyat yang telah menjalankan konsep "demokrasi".
Bukankah sebenarnya Amerika yang mempromosikan demokrasi, perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap hak-hak dasar setiap warga, hak-hak politik, sosial dan ekonomi? Lantas, kenapa hal ini tidak terjadi di Palestina. Kenapa Amerika Serikat bahkan membenarkan pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel?
Palestina adalah sebuah bangsa yang mulia, Negara dan bangsa tempat lahirnya para Nabi. Palestina sedang berjuang mendapatkan hak-nya sebagai Negara berdaulat dan merdeka, baik secara diplomasi di dewan PBB maupun dengan cara mempertahankan diri dari agresi.
Namun, sejarah dunia yang mengatasnamakan demokrasi tetap tidak mendukung lahirnya "demokrasi" di tanah al-Aqsa ini. Amerika Serikat mengancam akan mem-veto keinginan tersebut. Amerika Serikat akan selalu melindungi keinginan dan kepentingan Zionis Israel, karena Isreal adalah Amerika, dan Amerika adalah Isreal.
Demokrasi telah mati, seiring dengan kematian sang penemu demokrasi. Setidaknya kita tidak akan dapat merasakan damainya dunia ini, selama atas nama "demokrasi" menjadi pembenaran dalam sebuah kekerasan dan peperangan. Juga ketika paham demokrasi hanya dijadikan sebagai media dalam membangun "tirani" kekuasan untuk menguasai bangsa lain dengan cara tak bermartabat dan tak manusiawi.
Kita berharap Pemerintahan Obama tidak akan memveto pengakuan kemerdekaan dan keanggotaan penuh Palestina di PBB. Karena sesungguhnya daya tarik Obama ketika terpilih menjadi Presiden AS adalah saat kritik terhadap kebijakan Bush yang militeristik dan tidak ramah pada Dunia Islam.
Jadi, masyarakat dan negara dunia berharap perbedaan karakter Obama dan Bush diperlihatkan dalam posisinya terhadap Palestina.
Sebagai penutup, bagi Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina merupakan amanat konstitusi UUD 1945. Peran Indonesia dalam masalah domestik Palestina adalah dengan menjadi mediator dalam perundingan antara faksi Hamas dan faksi Fatah.
Indonesia perlu mendorong semua pihak di Palestina untuk mendukung dilakukannya pemilu yang jujur sebagai mekanisme seleksi kepemimpinan yang sehat di Palestina. Siapa pun yang akan memimpin Palestina harus mendapatkan mandatnya dari rakyat Palestina, bukan dari pihak luar Palestina.
*Penulis adalah peminat kajian social keagamaan
http://www.detiknews.com/read/2011/09/30/105835/1733820/471/palestina-merdeka-dan-kemunafikan-obama
Terorisme dan Pengalihan Isu
Jakarta - Teror bom kembali mengancam Indonesia. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo. Ledakan bom tersebut pun menewaskan 1 orang, dan menyebabkan 22 orang mengalami luka-luka.
Tentunya teror bom tersebut membuat luka masyarakat Indonesia, terlebih karena hal itu terjadi di Solo, yang selama ini dikenal sebagai kota kecil yang penuh dengan ketenangan.
Teror bom yang terjadi di Solo tersebut seolah menandakan, bahwa terror bom bisa terjadi dimana saja, tidak hanya di kota-kota besar saja, atau yang memiliki kedekatan secara geografis dengan ibu kota pemerintahan saja.
Selain itu, peristiwa ini juga seolah memberikan sinyal kepada kita, bahwa Indonesia masih tidaklah sepenuhnya terbebas dari aksi teror bom, khususnya aksi bunuh diri. Ini adalah aksi kesekian kalinya dari para pelaku bom bunuh diri untuk menyebabkan terornya.
Aksi bom bunuh diri di Indonesia mulai terjadi pada tahun 2002, yaitu Bom Bali I yang saat itu terjadi di Paddy's Cafe dan Sari Club Bali. Saat itu terror bom tersebut menyebabkan tewasnya 202 jiwa.
Teror selanjutnya terjadi pada awal Agustus 2003, yang pada saat itu meledakkan Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 11 orang tewas. Lalu pada 9 September 2004 terjadi di depan Kedubes Australia di Jakarta, yang menyebabkan 9 orang harus kehilangan nyawanya.
Teror bom juga kembali meledak di Bali pada tanggal 1 Oktober 2005, yang telah menewaskan 25 orang, selanjutnya kejadian ini lebih dikenal sebagai peristiwa Bom Bali II. Jakarta juga harus kembali diguncang oleh teror bom bunuh diri yang terjadi pada 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 9 orang tewas.
Dan yang paling mengejutkan adalah bom yang meledak Markas Polres Kota Cirebon, pada tanggal 15 April 2011, dan menewaskan 1 orang. Hal tersebut dinilai sangat mengejutkan karena hal tersebut terjadi di dalam sebuah markas Polisi.
Sebuah Pengalihan Isu?
Dalam pidatonya pasca peledakan bom di Solo, Presiden SBY menyampaikan, peledakan bom di GBIS Solo, Jawa Tengah, membuktikan ancaman teror masih ada dan nyata di tanah air. Presiden juga meminta hukum harus ditegakkan dan rakyat harus dilindungi.
Pidato semacam ini tentunya sudah banyak kita dengar dari Presiden pasca terjadinya berbagai teror bom pada beberapa waktu yang lalu. Dalam berbagai pidatonya tersebut, Presiden SBY selalu menegaskan, bahwa pemerintah akan memerangi terorisme hingga ke akar-akarnya, serta memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat. Namun, pada kenyataannya, terorisme masih saja terus terjadi di negara ini.
Banyak yang berpendapat, bahwa peristiwa teror bom yang terjadi di GBIS Solo ini menunjukkan upaya pemerintah dalam memerangi terorisme masih belum berjalan maksimal. Pemerintah dianggap lalai dalam menjaga keamanan di dalam negerinya untuk menghadapi tindakan para terorisme.
Namun, tidak sedikit pula yang mengatakan, bahwa ini merupakan upaya pengalihan isu dari pihak tertentu untuk menutupi isu yang saat ini sedang banyak dibicarakan.
Teror bom kali ini bertepatan dengan banyaknya isu yang saat ini juga menyita perhatian banyak orang, seperti masalah kasus Wisma Atlet yang melibatkan berbagai pihak dari petinggi Partai Demokrat, bahkan petinggi KPK pun juga ikut terkait dalam masalah ini. Selain itu, juga ada masalah terkait kasus suap di tubuh Kemenakertrans, dan juga yang tidak kalah panasnya adalah isu reshuffle kabinet.
Ada pihak-pihak tertentu yang merasa kepentingannya akan terusik bila kasus-kasus tersebut mencuat, dan tidak segera diredam. Sehingga, diperlukan sebuah isu lain yang berfungsi untuk meredamnya, dan menarik perhatian masyarakat.
Oleh karena itulah, banyak pihak yang meragukan kalau permasalahan terorisme di negeri ini bisa terselesaikan hingga ke akarnya. Sebab, terorisme di negara ini seolah-olah dipelihara oleh pihak-pihak tertentu dalam mengamankan posisinya.
Masyarakat pun seolah telah hafal jika tindak terorisme akan selalu muncul setiap ada peristiwa besar di negeri ini yang melibatkan permasalahan hukum dan politik.
Terorisme seolah-olah menjadi sebuah siklus rutin yang digunakan oleh pihak tertentu dalam agendanya untuk mengalihkan isu. Bahkan, tidak jarang konflik horizontal di dalam masyarakat juga turut menyertai agenda pengalihan isu tersebut.
Tentunya semua keraguan yang dilontarkan oleh berbagai pihak tersebut ditujukan kepada pemerintah. Maka hal itu sudah menjadi tugas dari pemerintah untuk segera menjawab keraguan tersebut.
Pemerintah harus menjawab keraguan itu dengan tindakan nyata. Masalah terorisme haruslah segera diselesaikan oleh pemerintah hingga ke akarnya. Pemerintah seharusnya segera menemukan akar permasalahan dari berbagai tindakan terorisme, sehingga bisa segera menyelesaikannya.
Maka dari sini, komitmen pemerintah dalam rangka memerangi terorisme harus segera dibuktikan, tentu saja memerangi dalam konteks ini tidak hanya dengan tindakan represif semata. Pemerintah harus segera bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa terorisme di Indonesia bisa segera berakhir.
Sebab, apabila pemerintah tidak bisa segera menyelesaikan masalah ini, maka tidak salah jika masyarakat menganggap komitmen pemerintah untuk memerangi terorisme hanyalah angan kosong, serta akan muncul anggapan dari masyarakat bahwa tindakan terorisme yang terjadi di negeri ini memang sengaja dipelihara, serta tidak akan bisa hilang sama sekali.
*Penulis adalah Ketua Yayasan Indonesia Cendekia, Alumnus FISIP Universitas Airlanggahttp://www.detiknews.com/read/2011/09/28/120919/1732163/471/terorisme-dan-pengalihan-isu
Tentunya teror bom tersebut membuat luka masyarakat Indonesia, terlebih karena hal itu terjadi di Solo, yang selama ini dikenal sebagai kota kecil yang penuh dengan ketenangan.
Teror bom yang terjadi di Solo tersebut seolah menandakan, bahwa terror bom bisa terjadi dimana saja, tidak hanya di kota-kota besar saja, atau yang memiliki kedekatan secara geografis dengan ibu kota pemerintahan saja.
Selain itu, peristiwa ini juga seolah memberikan sinyal kepada kita, bahwa Indonesia masih tidaklah sepenuhnya terbebas dari aksi teror bom, khususnya aksi bunuh diri. Ini adalah aksi kesekian kalinya dari para pelaku bom bunuh diri untuk menyebabkan terornya.
Aksi bom bunuh diri di Indonesia mulai terjadi pada tahun 2002, yaitu Bom Bali I yang saat itu terjadi di Paddy's Cafe dan Sari Club Bali. Saat itu terror bom tersebut menyebabkan tewasnya 202 jiwa.
Teror selanjutnya terjadi pada awal Agustus 2003, yang pada saat itu meledakkan Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 11 orang tewas. Lalu pada 9 September 2004 terjadi di depan Kedubes Australia di Jakarta, yang menyebabkan 9 orang harus kehilangan nyawanya.
Teror bom juga kembali meledak di Bali pada tanggal 1 Oktober 2005, yang telah menewaskan 25 orang, selanjutnya kejadian ini lebih dikenal sebagai peristiwa Bom Bali II. Jakarta juga harus kembali diguncang oleh teror bom bunuh diri yang terjadi pada 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 9 orang tewas.
Dan yang paling mengejutkan adalah bom yang meledak Markas Polres Kota Cirebon, pada tanggal 15 April 2011, dan menewaskan 1 orang. Hal tersebut dinilai sangat mengejutkan karena hal tersebut terjadi di dalam sebuah markas Polisi.
Sebuah Pengalihan Isu?
Dalam pidatonya pasca peledakan bom di Solo, Presiden SBY menyampaikan, peledakan bom di GBIS Solo, Jawa Tengah, membuktikan ancaman teror masih ada dan nyata di tanah air. Presiden juga meminta hukum harus ditegakkan dan rakyat harus dilindungi.
Pidato semacam ini tentunya sudah banyak kita dengar dari Presiden pasca terjadinya berbagai teror bom pada beberapa waktu yang lalu. Dalam berbagai pidatonya tersebut, Presiden SBY selalu menegaskan, bahwa pemerintah akan memerangi terorisme hingga ke akar-akarnya, serta memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat. Namun, pada kenyataannya, terorisme masih saja terus terjadi di negara ini.
Banyak yang berpendapat, bahwa peristiwa teror bom yang terjadi di GBIS Solo ini menunjukkan upaya pemerintah dalam memerangi terorisme masih belum berjalan maksimal. Pemerintah dianggap lalai dalam menjaga keamanan di dalam negerinya untuk menghadapi tindakan para terorisme.
Namun, tidak sedikit pula yang mengatakan, bahwa ini merupakan upaya pengalihan isu dari pihak tertentu untuk menutupi isu yang saat ini sedang banyak dibicarakan.
Teror bom kali ini bertepatan dengan banyaknya isu yang saat ini juga menyita perhatian banyak orang, seperti masalah kasus Wisma Atlet yang melibatkan berbagai pihak dari petinggi Partai Demokrat, bahkan petinggi KPK pun juga ikut terkait dalam masalah ini. Selain itu, juga ada masalah terkait kasus suap di tubuh Kemenakertrans, dan juga yang tidak kalah panasnya adalah isu reshuffle kabinet.
Ada pihak-pihak tertentu yang merasa kepentingannya akan terusik bila kasus-kasus tersebut mencuat, dan tidak segera diredam. Sehingga, diperlukan sebuah isu lain yang berfungsi untuk meredamnya, dan menarik perhatian masyarakat.
Oleh karena itulah, banyak pihak yang meragukan kalau permasalahan terorisme di negeri ini bisa terselesaikan hingga ke akarnya. Sebab, terorisme di negara ini seolah-olah dipelihara oleh pihak-pihak tertentu dalam mengamankan posisinya.
Masyarakat pun seolah telah hafal jika tindak terorisme akan selalu muncul setiap ada peristiwa besar di negeri ini yang melibatkan permasalahan hukum dan politik.
Terorisme seolah-olah menjadi sebuah siklus rutin yang digunakan oleh pihak tertentu dalam agendanya untuk mengalihkan isu. Bahkan, tidak jarang konflik horizontal di dalam masyarakat juga turut menyertai agenda pengalihan isu tersebut.
Tentunya semua keraguan yang dilontarkan oleh berbagai pihak tersebut ditujukan kepada pemerintah. Maka hal itu sudah menjadi tugas dari pemerintah untuk segera menjawab keraguan tersebut.
Pemerintah harus menjawab keraguan itu dengan tindakan nyata. Masalah terorisme haruslah segera diselesaikan oleh pemerintah hingga ke akarnya. Pemerintah seharusnya segera menemukan akar permasalahan dari berbagai tindakan terorisme, sehingga bisa segera menyelesaikannya.
Maka dari sini, komitmen pemerintah dalam rangka memerangi terorisme harus segera dibuktikan, tentu saja memerangi dalam konteks ini tidak hanya dengan tindakan represif semata. Pemerintah harus segera bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa terorisme di Indonesia bisa segera berakhir.
Sebab, apabila pemerintah tidak bisa segera menyelesaikan masalah ini, maka tidak salah jika masyarakat menganggap komitmen pemerintah untuk memerangi terorisme hanyalah angan kosong, serta akan muncul anggapan dari masyarakat bahwa tindakan terorisme yang terjadi di negeri ini memang sengaja dipelihara, serta tidak akan bisa hilang sama sekali.
*Penulis adalah Ketua Yayasan Indonesia Cendekia, Alumnus FISIP Universitas Airlanggahttp://www.detiknews.com/read/2011/09/28/120919/1732163/471/terorisme-dan-pengalihan-isu
Senin, 26 September 2011
Tan Malaka
“kemudian
sesudah ilmu dan percobaan menjadi lebih sempurna,sesudah manusia melemparkan
sebagian atau sekalian dari kepicikan otak (dogma, kepercayaan-kepercayaan
agama), setelah manusia menjadi lebih cerdas dan dapat memikirkan soal
pergaulan hidup, pertentengan kelas disediakan kepada pengetahuan yang nyata. Dalam
perjuangan untuk keadilan dan politik, manusia tidak membutuhkan atau tidak
mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju
sebab yang nyata yang merusakan dan memperbaiki kehidupannya.”
Langganan:
Komentar (Atom)