Sabtu, 08 Oktober 2011

Kehendak MU ya Allah SWT

biarkan angin berhembus kencang, membersihkan debu yang berserakan.
biarkan angin membawanya k.tempat yang lebih tepat, biarkan lah air mengalir dari atas.
biarkan hujan datang di kala mendung..membasahi semua yang di terpanya..
biarkan kehendak Tuhan berjalan sesuai adanya, karna yakinlah kan ada kebaikan(Hikmah) setelah semua terjadi


(Alvian Hidayat)

Jumat, 30 September 2011

Palestina Merdeka dan Kemunafikan Obama

seluruh rakyat Palestina sedang H2C (harap-harap cemas) dengan masa depan kemerdekaan mereka. Pekan lalu, Mahmud Abbas, Presiden Palestina, telah mengajukan proposal Palestina Merdeka dalam Sidang Majelis Umum PBB (perserikatan Bangsa-bangsa) yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat.

Dan, secara khusus Mahmud Abbas juga meyerahkan langsung dokumen tersebut kepada Sekjend PBB, Ban Ki-moon. Palestina meminta pengakuan sebagai anggota penuh di PBB di mana saat ini posisinya hanya sebagai peninjau.

Ini akan memberikan implikasi politik dan memberikan akses yang besar bagi Palestina untuk masuk dalam pengadilan internasional di mana mereka bisa mengajukan gugatan resmi terhadap penjajahan yang selama ini dilakukan oleh Israel.

Dukungan Luas

Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyatakan dukungan bagi Palestina yang telah lama tertunda agar mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang merdeka dan menjadi anggota PBB.

Data terakhir menunjukkan sekitar 124 negara dari 193 negara anggota PBB secara resmi mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina serta menyatakan mendukung langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka dan menjadi anggota penuh PBB (KNRP, 28/08/2011).

Gelombang pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka pun meningkat di Eropa. Mayoritas masyarakat di tiga negara terkuat di Eropa, yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris menginginkan agar pemerintah mereka memilih dan mengakui negara merdeka Palestina. Hal itu terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama Avaaz, sebuah organisasi kampanye global (Republika, 13/9/2011).

Hasil survei itu menunjukkan bahwa 59 persen rakyat Inggris, 69 persen rakyat Prancis, dan 71 persen rakyat Jerman menginginkan agar pemerintah mereka mendukung pengesahan proposal pembentukan negara merdeka Palestina di Majelis Umum PBB.

Dalam jajak pendapat itu, dukungan atas hak Palestina untuk memiliki negara sendiri tanpa mengacu pada suara di PBB bahkan lebih tinggi, yakni 71 persen di Inggris, 82 persen di Prancis, dan 86 persen di Jerman.

Dalam peringatan 50 tahun Gerakan Non-Blok (GNB) di Bali (27/5) dan Beograde (6/9), sebanyak 118 negara anggota GNB menyatakan siap mendukung permohonan keanggotaan Palestina sebagai negara ke-194 dalam PBB sekaligus deklarasi kemerdekaan Palestina sesuai dengan perbatasan yang telah ditetapkan pada 4 Juni 1967 dan Baitul Maqdis Timur sebagai ibu kotanya.

Kemunafikan Obama

Namun, harapan Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kian sulit. Pasalnya, Amerika yang merupakan salah satu anggota tetap PBB menentang usaha Palestina tersebut. Sebagai salah satu anggota tetap PBB dan memiliki hak veto, negara "Paman Sam" bisa menolak keinginan Palestina.

Sikap AS ini disampaikan Obama dalam pidato pada sidang Majelis umum ke-66 PBB di Markas Besar PBB, New York. Obama mengatakan "komitmen Amerika bagi keamanan Israel tidak akan goyah. AS dan Israel memiliki persahabatan yang dalam dan akan terus berlanjut." Pidato Obama ini merupakan sinyal buruk bagi Palestina untuk usahanya menjadi bagian dari PBB.

Sontak, pidato itu mendapat kecaman keras dari warga Palestina. Di Ramallah, Tepi Barat warga melakukan unjuk rasa dengan menyebut “Obama munafik” dalam salah satu posternya. Sikap keras warga Ramallah ini sangat beralasan. Pasalnya ketika Obama menang menjadi Presiden Amerika, umat Islam di Timur Tengah menaruh harapan besar bahwa “bekas anak Menteng” ini dapat membawa perubahan yang signifikan dalam konflik Palestina-Israel.

Al Muzammil (Republika, 23/9/2011) mencatat, pernyataan dukungan terhadap Palestina secara gamblang pernah disampaikan Presiden AS, Barack Husein Obama, dalam pidatonya ketika mengunjungi Mesir pada 4 Juni 2009. Pidato itu tidak hanya ditujukan kepada publik Mesir, tapi juga dunia Islam. Setahun kemudian (2010), Obama kembali menyampaikan kepeduliannya terhadap kemerdekaan Palestina di hadapan Sidang Umum PBB.

Namun, beberapa hari kemudian, Obama menarik ucapannya kembali setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih. Soal perbatasan tahun 1967, Obama di depan forum lobi Yahudi di AS (AIPAC) mengklarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya tentang perbatasan Palestina berdasarkan 1967 itu diputarbalikkan.

Obama menegaskan berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 itu harus memperhitungkan realitas demografi baru, yakni permukiman Yahudi.

Lagi-lagi standar ganda kebijakan AS terlihat jelas sehingga dipastikan akan mempersulit perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan secara penuh dalam Sidang Umum PBB yang digelar saat ini.
Tidak Ada Demokrasi Untuk Palestina

Kemunafikan Obama, mantan anak menteng yang dielu-elukan banyak orang Indonesia, tersebut seakan meneguhkan pendapat sebagian besar kita bahwa, tidak ada dan tidak berlaku demokrasi itu untuk rakyat Palestina.

Bagi penulis, yang lebih menggelikan adalah melihat kebohongan yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh dunia Barat terhadap Palestina. Negara yang tidak pernah dianggap sebagai Negara yang merdeka oleh dunia Barat. Demikian tegas Chairul Fahmi, Peneliti pada The Aceh Institute, dalam "Kebohongan Demokrasi" (Serambi Indonesia, 28/9/2011).

Tahun 2006, Fraksi Hamas memenangkan Pemilu Parlemen, dan memilih Ismail Haniyeh sebagai Perdana Menteri. Proses Pemilu yang independen, jujur, dan transparan serta dipantau oleh Badan Pemantauan Pemilu dari Uni Eropa. Namun kemudian hasil pemilu ini tidak diakuai oleh Dunia Barat.

Sebaliknya, Hamas dianggap sebagai lembaga teroris, dan harus diperangi. Ironis, karena bukankah rakyat memilih Hamas? Dipilih oleh pemilik kedaulatan? Lantas, Israel dibiarkan untuk membunuh rakyat Palestina yang tak berdosa. Rakyat yang telah menjalankan konsep "demokrasi".

Bukankah sebenarnya Amerika yang mempromosikan demokrasi, perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap hak-hak dasar setiap warga, hak-hak politik, sosial dan ekonomi? Lantas, kenapa hal ini tidak terjadi di Palestina. Kenapa Amerika Serikat bahkan membenarkan pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel?

Palestina adalah sebuah bangsa yang mulia, Negara dan bangsa tempat lahirnya para Nabi. Palestina sedang berjuang mendapatkan hak-nya sebagai Negara berdaulat dan merdeka, baik secara diplomasi di dewan PBB maupun dengan cara mempertahankan diri dari agresi.

Namun, sejarah dunia yang mengatasnamakan demokrasi tetap tidak mendukung lahirnya "demokrasi" di tanah al-Aqsa ini. Amerika Serikat mengancam akan mem-veto keinginan tersebut. Amerika Serikat akan selalu melindungi keinginan dan kepentingan Zionis Israel, karena Isreal adalah Amerika, dan Amerika adalah Isreal.

Demokrasi telah mati, seiring dengan kematian sang penemu demokrasi. Setidaknya kita tidak akan dapat merasakan damainya dunia ini, selama atas nama "demokrasi" menjadi pembenaran dalam sebuah kekerasan dan peperangan. Juga ketika paham demokrasi hanya dijadikan sebagai media dalam membangun "tirani" kekuasan untuk menguasai bangsa lain dengan cara tak bermartabat dan tak manusiawi.

Kita berharap Pemerintahan Obama tidak akan memveto pengakuan kemerdekaan dan keanggotaan penuh Palestina di PBB. Karena sesungguhnya daya tarik Obama ketika terpilih menjadi Presiden AS adalah saat kritik terhadap kebijakan Bush yang militeristik dan tidak ramah pada Dunia Islam.

Jadi, masyarakat dan negara dunia berharap perbedaan karakter Obama dan Bush diperlihatkan dalam posisinya terhadap Palestina.

Sebagai penutup, bagi Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina merupakan amanat konstitusi UUD 1945. Peran Indonesia dalam masalah domestik Palestina adalah dengan menjadi mediator dalam perundingan antara faksi Hamas dan faksi Fatah.

Indonesia perlu mendorong semua pihak di Palestina untuk mendukung dilakukannya pemilu yang jujur sebagai mekanisme seleksi kepemimpinan yang sehat di Palestina. Siapa pun yang akan memimpin Palestina harus mendapatkan mandatnya dari rakyat Palestina, bukan dari pihak luar Palestina.

*Penulis adalah peminat kajian social keagamaan
http://www.detiknews.com/read/2011/09/30/105835/1733820/471/palestina-merdeka-dan-kemunafikan-obama

Terorisme dan Pengalihan Isu

Jakarta - Teror bom kembali mengancam Indonesia. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo. Ledakan bom tersebut pun menewaskan 1 orang, dan menyebabkan 22 orang mengalami luka-luka.

Tentunya teror bom tersebut membuat luka masyarakat Indonesia, terlebih karena hal itu terjadi di Solo, yang selama ini dikenal sebagai kota kecil yang penuh dengan ketenangan.

Teror bom yang terjadi di Solo tersebut seolah menandakan, bahwa terror bom bisa terjadi dimana saja, tidak hanya di kota-kota besar saja, atau yang memiliki kedekatan secara geografis dengan ibu kota pemerintahan saja.

Selain itu, peristiwa ini juga seolah memberikan sinyal kepada kita, bahwa Indonesia masih tidaklah sepenuhnya terbebas dari aksi teror bom, khususnya aksi bunuh diri. Ini adalah aksi kesekian kalinya dari para pelaku bom bunuh diri untuk menyebabkan terornya.

Aksi bom bunuh diri di Indonesia mulai terjadi pada tahun 2002, yaitu Bom Bali I yang saat itu terjadi di Paddy's Cafe dan Sari Club Bali. Saat itu terror bom tersebut menyebabkan tewasnya 202 jiwa.

Teror selanjutnya terjadi pada awal Agustus 2003, yang pada saat itu meledakkan Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 11 orang tewas. Lalu pada 9 September 2004 terjadi di depan Kedubes Australia di Jakarta, yang menyebabkan 9 orang harus kehilangan nyawanya.

Teror bom juga kembali meledak di Bali pada tanggal 1 Oktober 2005, yang telah menewaskan 25 orang, selanjutnya kejadian ini lebih dikenal sebagai peristiwa Bom Bali II. Jakarta juga harus kembali diguncang oleh teror bom bunuh diri yang terjadi pada 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriot, serta menyebabkan 9 orang tewas.

Dan yang paling mengejutkan adalah bom yang meledak Markas Polres Kota Cirebon, pada tanggal 15 April 2011, dan menewaskan 1 orang. Hal tersebut dinilai sangat mengejutkan karena hal tersebut terjadi di dalam sebuah markas Polisi.

Sebuah Pengalihan Isu?

Dalam pidatonya pasca peledakan bom di Solo, Presiden SBY menyampaikan, peledakan bom di GBIS Solo, Jawa Tengah, membuktikan ancaman teror masih ada dan nyata di tanah air. Presiden juga meminta hukum harus ditegakkan dan rakyat harus dilindungi.

Pidato semacam ini tentunya sudah banyak kita dengar dari Presiden pasca terjadinya berbagai teror bom pada beberapa waktu yang lalu. Dalam berbagai pidatonya tersebut, Presiden SBY selalu menegaskan, bahwa pemerintah akan memerangi terorisme hingga ke akar-akarnya, serta memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat. Namun, pada kenyataannya, terorisme masih saja terus terjadi di negara ini.

Banyak yang berpendapat, bahwa peristiwa teror bom yang terjadi di GBIS Solo ini menunjukkan upaya pemerintah dalam memerangi terorisme masih belum berjalan maksimal. Pemerintah dianggap lalai dalam menjaga keamanan di dalam negerinya untuk menghadapi tindakan para terorisme.

Namun, tidak sedikit pula yang mengatakan, bahwa ini merupakan upaya pengalihan isu dari pihak tertentu untuk menutupi isu yang saat ini sedang banyak dibicarakan.

Teror bom kali ini bertepatan dengan banyaknya isu yang saat ini juga menyita perhatian banyak orang, seperti masalah kasus Wisma Atlet yang melibatkan berbagai pihak dari petinggi Partai Demokrat, bahkan petinggi KPK pun juga ikut terkait dalam masalah ini. Selain itu, juga ada masalah terkait kasus suap di tubuh Kemenakertrans, dan juga yang tidak kalah panasnya adalah isu reshuffle kabinet.

Ada pihak-pihak tertentu yang merasa kepentingannya akan terusik bila kasus-kasus tersebut mencuat, dan tidak segera diredam. Sehingga, diperlukan sebuah isu lain yang berfungsi untuk meredamnya, dan menarik perhatian masyarakat.

Oleh karena itulah, banyak pihak yang meragukan kalau permasalahan terorisme di negeri ini bisa terselesaikan hingga ke akarnya. Sebab, terorisme di negara ini seolah-olah dipelihara oleh pihak-pihak tertentu dalam mengamankan posisinya.

Masyarakat pun seolah telah hafal jika tindak terorisme akan selalu muncul setiap ada peristiwa besar di negeri ini yang melibatkan permasalahan hukum dan politik.

Terorisme seolah-olah menjadi sebuah siklus rutin yang digunakan oleh pihak tertentu dalam agendanya untuk mengalihkan isu. Bahkan, tidak jarang konflik horizontal di dalam masyarakat juga turut menyertai agenda pengalihan isu tersebut.

Tentunya semua keraguan yang dilontarkan oleh berbagai pihak tersebut ditujukan kepada pemerintah. Maka hal itu sudah menjadi tugas dari pemerintah untuk segera menjawab keraguan tersebut.

Pemerintah harus menjawab keraguan itu dengan tindakan nyata. Masalah terorisme haruslah segera diselesaikan oleh pemerintah hingga ke akarnya. Pemerintah seharusnya segera menemukan akar permasalahan dari berbagai tindakan terorisme, sehingga bisa segera menyelesaikannya.

Maka dari sini, komitmen pemerintah dalam rangka memerangi terorisme harus segera dibuktikan, tentu saja memerangi dalam konteks ini tidak hanya dengan tindakan represif semata. Pemerintah harus segera bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa terorisme di Indonesia bisa segera berakhir.

Sebab, apabila pemerintah tidak bisa segera menyelesaikan masalah ini, maka tidak salah jika masyarakat menganggap komitmen pemerintah untuk memerangi terorisme hanyalah angan kosong, serta akan muncul anggapan dari masyarakat bahwa tindakan terorisme yang terjadi di negeri ini memang sengaja dipelihara, serta tidak akan bisa hilang sama sekali.

*Penulis adalah Ketua Yayasan Indonesia Cendekia, Alumnus FISIP Universitas Airlanggahttp://www.detiknews.com/read/2011/09/28/120919/1732163/471/terorisme-dan-pengalihan-isu

Senin, 26 September 2011

Tan Malaka


“kemudian sesudah ilmu dan percobaan menjadi lebih sempurna,sesudah manusia melemparkan sebagian atau sekalian dari kepicikan otak (dogma, kepercayaan-kepercayaan agama), setelah manusia menjadi lebih cerdas dan dapat memikirkan soal pergaulan hidup, pertentengan kelas disediakan kepada pengetahuan yang nyata. Dalam perjuangan untuk keadilan dan politik, manusia tidak membutuhkan atau tidak mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju sebab yang nyata yang merusakan dan memperbaiki kehidupannya.”

Sanusi Pane


“bagi saya sejarah ialaah perjalanaan wujud kehendak Tuhan bagi manusia dalam dunia relative. Mempelajari sejarah berarti berdaya upayadengan semangat terbatas mempelajari kehendak Tuhan itu, supaya merasa, dengan terbatas, kehidupan mutlak, supaya sanggup, dengan terbatas, hidup dan bekerja sebagai hamba tuhan yang lebuh insaf.”

Deng Xiaoping

Deng berucap bahwa kita harus mencari kebenaran dari fakta. Artinya, kita jangan hanya mendeduksi kebenaran hanya dari  harapan-harapan, meskipun harapan itu terhitung mulia….”.

Sabtu, 24 September 2011

hati ku baerkata

semoga,semua yang terpikir di otakq saat ini,saat dulu,n yang akan datang...dapat menjadi motivasi yang membuatku lebih n lebih lagi bersemangat untuk "mempersiapkan itu semua"
ya Allah,,dengan segala kerendahan hati,hamba mohon luruskan,mudahkan,lancarkan n ridhoi keinginan n segala usaha hamba...
amminn....